Home  |  About me  | 

Tuesday, January 4, 2011

Infeksi Chlamydia trachomatis


a. Morfologi
Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan Inklusi (BI). Chlamydia membelah secara benary fision dalam badan intrasitoplasma.
C. trachomatis berbeda dari kebanyakkan bakteri karena berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa Badan Inisial. Badan Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan Inisial. Badan elementer ukurannya lebih kecil (300 nm) terletak ekstraselular dan merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan retikulat lebih besar (1 um), terletak intraselular dan tidak infeksius.
Morfologi inklusinya adalah bulat dan terdapat glikogen di dalamnya. C. trachomatis peka terhadap sulfonamida, memiliki plasmid, dan jumlah serovarnya adalah 15.
b. Klasifikasi
Klasifikasi Ilmiah dari Chlamydia trachomatis adalah sebagai berikut:
Ordo : Chlamydiales
Famili : Chlamydiaceae
Genus : Chlamydia
Spesies : Chlamydia trachomatis
c. Siklus hidup
Chlamydia memiliki siklus hidup yang mirip dengan virus tetapi pada bakteri ini pembelahan terjadi secara binary fission sedangkan pada virus akan menjadi banyak begitu pula dengan proses pembiakanya yang memerlukan kultur media hidup. Chlamydia masuk sebagai EB kedalam sel secara endositosis, lalu EB akan berubah menjadi RB dan berkembang biak. Selanjutnya akan terjadi reorganisasi EB menjadi RB yang memiliki infektifitas rendah, selanjutnya akan membentuk badan inklusi yang berisis EB dan RB dan lisis mengeluarkan EB sebagai stadium infek
sius.




Siklus Hidup Chalmydia tracchomatis

d. Diagnosis dan Pemeriksaan
Diagnosis infeksi C. trachomatis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium merupakan dasar dalam menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan laboratorium, infeksi C. trachomatis pada genital ditegakkan bila dijumpai suatu tes chlamydial yang positif, serta tidak dijumpai kuman penyebab spesifik. Untuk laboratorium dengan fasilitas yang terbatas, sebagai pedoman infeksi C. trachomatis pada pria memberi gejala berupa sekret uretra seropurulen/mukopurulen serta ditemukan sel PMN > 5 Ipb dan tidak ditemukan diplokok negatif Gram intra/ekstra sel pada pemeriksaan sediaan apus sekret uretra. Sedangkan pada wanita adanya secret serviks sero/mukopurulen dan sel PMN > 30 Ipb serta tidak ditemukan kuman diplokok Gram negatif intra/ekstraseluler pada sediaan apus atau T. vaginalis.2
Pemeriksaan Mikroskopik2
Pemeriksaan dalam gelas objek diwarnai dengan pewarnaan giemsa atau larutan jodium dan diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pewarnaan Giemsa, Badan Inklusi (BI) terdapat intra sitoplasma sel epitel akan nampak warna ungu tua, sedangkan dengan pewarnaan yodium akan terlihat berwarna coklat. Jika dibanding dengan cara kultur, pemeriksaan mikrosopik langsung ini sensitifitasnya rendah dan tidak dianjurkan pada infeksi asimtomatik.
Deteksi Antigen Langsung2
Dikenal 2 cara pemeriksaan antigen yaitu :
1. Direct Fluorescent Antibody (DFA)
Cara ini merupakan test non-kultur pertama dimana C. trachomatis dapat ditemukan secara langsung dengan metode monoklonal antibodi yang dilabel dengan fluorescein. Dengan teknik ini Chlamydia bebas ekstraseluler yang disebut badan elementer (BE) dapat ditemukan. Kadang-kadang juga dapat ditemukan badan inklusi intrasitoplasmik. Cara ini tidak dapat membedakan antara organisme mati atau hidup, tetapi keuntungannya tidak membutuhkan biakan sel jaringan dan hasilnya dapat diketahui dalam 30 menit.
2. Enzym Immuno Assay (EIA)
Banyak tes-tes yang tersedia saat ini menggunakan teknik ini. Tidak seperti DFA,
EIA bersifat semiautomatik dan sesuai digunakan untuk memproses spesimen dalam jumlah besar.


Test DNA Chlamydia2
1. DNA Hibridisasi (DNA Probe)
Test ini sensitifitasnya kurang dibandingkan metode kultur yaitu 75-80% dan spesifitas lebih dari 99 %.
2. Nucleic Acid Amplification.
Teknik amplifikasi nukleat yang terbanyak dipakai yaitu : Polymerase Chain Reaction
(PCR) dan Ligase Chain Reaction (LCR). Test ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas tinggi, dan dapat menggunakan non-invasif spesimen seperti urine untuk menskrining infeksi asimtomatik pada wanita maupun pria.

e. Pengobatan

Penting untuk dijelaskan pada pasien dengan infeksi genital oleh C. trachomatis, mengenai resiko penularan kepada pasangan seksualnya, Contact tracing (pemeriksaan dan pengobatan partner seksual) diperlukan untuk keberhasilan pengobatan. Untuk pengobatan dapat diberikan:

- Tetrasiklin
Tetrasiklin adalah antibodi pilihan yang sudah digunakan sejak lama untuk infeksi genitalia yang disebabkan oleh C.trachomatis. Dapat diberikan dengan dosis 4 x 500 mg/h selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama 14 hari. Analog dari tetrasiklin seperti doksisiklin dapat diberikan dengan dosis 2 x l00 mg/h selama 7 hari. Obat ini yang paling banyak dianjurkan dan merupakan drug of choice karena cara pemakaiannya yang lebih mudah dan dosisnya lebih kecil.

- Azithromisin
Azithromisin merupakan suatu terobosan baru dalam pengobatan masa sekarang. Diberikan dengan dosis tunggal l gram sekali minum.

Regimen alternatif dapat diberikan :
- Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama l4
hari.
- Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari
Regimen untuk wanita hamil :
- Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari

Selengkapnya......

OB Pada Anak


a. Definisi dan Kriteria OB pada Anak
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.6
Untuk dapat menentukan obesitas dapat ditentukan berdasarkan criteria berikut ini :
• Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas bila BB > 120% BB standar.7
• Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan kulit/TLK).Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85.8
• Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesitas.8

b. Etiologi OB pada Anak
Pada dasarnya obesitas ini bersifat multifaktorial yaitu interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti nutrisional, aktifitas fisik, sosial ekonomi. Secara etiologi obesitas disebabkan oleh adanya keseimbangan energi positif dimana intake yang masuk tidak diimbangi oleh pengeluaran yang seimbang sehingga berlebih dan akan disimpan sebagai jaringan lemak.
 Faktor Genetik .
Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%.1

 Fakor nutrisional
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak, serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung
energi tinggi.1
Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi; sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat,sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi oleh peingkatan oksidasi sehingga sekitar 96%1 akan disimpan dalam bentuk jaringan adiposa.

 Aktifitas fisik
Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure.1 Aktifitas pasif seperti menonton tv, bermain game juga sangat mempeengaruhi proses metabolisme yang akan meningkatkan resiko obsitas. Sedangkan aktifitas aktif terutama yang menggunakan otot-otot besar seperti berenang, jalan cepat, lari, sepeda, dll dapat meningkatkan metabolisme dan mengurangi resiko obesitas dan penyakit degeneratif lain.

 Faktor sosial ekonomi
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.1

c. Mekanisme Pengaturan Makan1
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energy dan regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam pengaturan penyimpanan energi, melalui sinyalsinyal efferent yang berpusat di hipotalamus setelah mendapatkan sinyal afferent dari perifer terutama dari jaringan adipose tetapi juga dari usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan asupan makanan, menurunkan pengeluaran energi) dan katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.



Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu makan serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yaitu kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling penting dalam menurunkan porsi makan disbanding glukagon, bombesin dan somatostatin. Sinyal panjang yang diperankan oleh fat-derived hormone leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Didalam system ini leptin memegang peran utama sebagai pengendali berat badan. Sumber utama leptin adalah jaringan adiposa, yang disekresi langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menembus sawar darah otak menuju ke hipotalamus. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan maka massa jaringan adiposa meningkat, disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan makanan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan makanan. Pada sebagian besar orang obesitas, mekanisme ini tidak berjalan walaupun kadar leptin didalam darah tinggi dan disebut sebagai resistensi leptin.
Leptin dan insulin yang bekerja pada nukleus arcuatus (ARC), merangsang neuron proopimelanocortin / cocain and amphetamine-regulated transcript (POMC/ CART) dan menimbulkan efek katabolik (menghambat nafsu makan, meningkatkan pengeluaran energi) dan pada saat yang sama menghambat neuron NPY/AGRP (agouti related peptide) dan menimbulkan efek anabolik (merangsang nafsu makan, menurunkan pengeluaran energi). Pelepasan neuropeptida-neuropeptida NPY/AGRP dan POMC/CART oleh neuron-neuron
tersebut kedalam nukleus PVN dan LHA, yang selanjutnya akan memediasi efek insulin dan leptin dengan cara mengatur respon neuron-neuron dalam nukleus traktus solitarius (NTS) di otak belakang terhadap sinyal rasa kenyang (oleh kolesistokinin dan distensi lambung) yang timbul setelah makan. Sinyal rasa kenyang ini menuju NTS terutama melalui nervus vagus. Jalur descending anabolik dan katabolik diduga mempengaruhi respon neuron di NTS yang mengatur penghentian makan. Jalur katabolik meningkatkan dan jalur anabolik menurunkan efek sinyal kenyang jalur pendek, sehingga menyebabkan penyesuaian porsi makan yang mempunyai efek jangka panjang pada perubahan asupan makan dan berat badan.


mekanisme pengaturan nafsu makan

d. Komplikasi OB pada Anak1
 Faktor Resiko Penyakit Kardiovaskular : Faktor Risiko ini meliputi peningkatan: kadar insulin, trigliserida, LDL-kolesterol dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL- kolesterol. Risiko penyakit Kardiovaskuler di usia dewasa pada anak obesitas sebesar 1,7 - 2,6. IMTmempunyai hubungan yang kuat (r = 0,5) dengan kadar insulin. Anak dengan IMT > persentile ke 99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi. Anak obesitas cenderung mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, sekitar 20-30% menderita hipertensi.
 Obstruktive Sleep apnea : Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok. Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh kearah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi.
 Gangguan Ortopedi : Pada anak obesitas cenderung berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan kelebihan berat badan, yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yang menimbulkan gejala nyeri panggul atau lutut dan terbatasnya gerakan panggul.
 Psedomotor serebri : Pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekanan intrakranial pada obesitas disebabkan oleh gangguan jantung dan paru-2 yang menyebabkan peningkatan kadar CO2 dan memberikan gejala sakit kepala, papil edema, diplopia, kehilangan lapangan pandang perifer dan iritabilitas.
e. Penatalaksanaan OB pada Anak
Obesitas merupakan penyakit yang bersifat multifaktorial, jadi dalam tatalaksananya diperlukan beberapa aspek dan berlandaskan prinsip, diantaranya :
• Pengaturan Diet, Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
- Diet hipokalorik : mencakup penurunan sebesar 200-300 kal/hari dengan komposisi makronutrien 50% karbohidrat, 30% lemak, dan 20% protein.
- Diet Protein sparing : dilakukan selama 4-12 minggu, dengan komposisi 600-800 kal/hari, 1,5-2 g protein/ibw/hari,rendah serat sayuran dan tidak ada karbohhidrat, air minimal 2 L/hari, dan suplemen vitamin dan mineral.


• Peningkatan aktifitas fisik (exercise) : dilakukan selama 3-5 x/ minggu dengan durasi selama 15-20 mnt, gunakan otot-otot besar seperti berjalan ; berlari ; berenang ; berenang, perhatikan kesenangan anak seperti tenis atau sepak bola, dan menurunkan aktifitas pasif seperti menonton tv, games, dll.
• Alternatif pengobatan
- Farmakoterapi, tidak disarankan karena masih dalam masa tumbuh kembang yang dikhawatirkan akan menyebabkan gangguan untuk tumbuh kejar
- Diet sangat rendah kalori, digunakan apabila BMI > 95 persentil. Sama halnya dengan farmakoterapi anak masih dalam masa tumbuh dan kembang akan dapat menganggu prosesnya.
- Operatif, tidak ada studi khusus mengenai keberhasilan dari tatalaksana ini.

Selengkapnya......